TATA CARA IBADAH HAJI DAN UMRON SESUAI TUNTUNAN SUNNAH RASULULLAH SAW
Segala sanjung puji kita haturkan ke hadirat Allah, Rabb yang
kepadaNya kita senantiasa menyembah dan meminta pertolongan. Shalawat
dan salam semoga selalu dilimpahkan kepada kekasih kita, Muhammad
Shallallahu 'alaihi wa sallam, keluarga dan segenap sahabatnya. Amin.
Menunaikan
ibadah haji adalah sesuatu yang amat dirindukan oleh setiap umat Islam,
bahkan oleh yang telah menunaikannya berkali-kali sekalipun.Karena itu,
bagi yang dimudahkan Allah untuk bisa menunaikan ibadah haji tahun ini
agar meng-gunakan kesempatan emas itu dengan sebaik-baiknya. Sebab,
belum tentu kesempatan menunaikan ibadah haji itu datang kembali.
Agar
bisa beribadah haji dengan sebaik-baiknya, sekhusyu'-khusyu'nya dan
menjadi haji mabrur, di samping harus ikhlas kita harus memiliki ilmu
yang cukup seputar bagaimana menjalankan ibadah haji sesuai dengan
tuntunan Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam.
Rubrik ini memberikan
pedoman bagaimana menunaikan haji sesuai tuntunan Rasulullah Shallallahu
'alaihi wa sallam. Dengan kata lain, semuanya berdasarkan Al-Qur'an dan
Sunnah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam yang shahih, sesuai
pemahaman Salaf (sahabat, tabi'in dan tabi'it tabi'in), pemahaman yang
dengannya Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam mewajibkan kita dalam
memahami agama.
Tulisan ini pada awalnya adalah tulisan harian yang
dibuat secara berseri sesuai dengan apa yang harus dilakukan oleh jamaah
haji pada hari itu. Tulisan-tulisan tersebut kemudian dibagikan kepada
jamaah haji di sana dan mendapat tanggapan yang sangat baik dari jamaah
haji.
Di samping memberikan tuntunan manasik haji yang benar, rubrik
ini juga memperingatkan kita untuk menghindari pekerjaan-pekerjaan yang
bisa merusak ibadah haji, yang ironinya banyak dilakukan jamaah haji.
Sungguh,
banyak orang yang menyesal setelah menunaikan ibadah haji. Menyesal
karena menunaikan ibadah haji tanpa ilmu, atau menyesal karena kurang
bersungguh-sungguh dalam beribadah di tempat yang amat mulia tersebut,
menyesal karena kurang memperhatikan sunnah dsb. Maka, sebelum hal itu
terjadi pada diri Anda, bacalah rubrik ini. Insya Allah , dengan
demikian Anda akan memiliki bekal sebaik-baiknya dalam menunaikan ibadah
haji.
Sebagai catatan, hingga saat ini, hampir setiap umat Islam
memiliki gambaran bahwa haji adalah ibadah yang sulit dan rumit.
Gambaran itu tak lepas dari cara penyajian dan sistimatika pembahasan
buku-buku tentang haji yang beredar selama ini. Belum lagi
kesulitan-kesulitan itu memang ada yang sengaja dibuat, misalnya masalah
do'a-do'a khusus pada setiap amalan, padahal Nabi Shallallahu 'alaihi
wa sallam tidak mengajarkannya. Juga amalan-amalan tertentu yang tidak
ada dasarnya, baik dari Al-Qur'an maupun As-Sunnah yang shahih.
Insya
Allah gambaran bahwa haji itu sulit akan hilang dari benak Anda setelah
membaca rubrik ini. Rubrik ini tentu sangat membantu, karena menuntun
Anda
secara runut apa yang harus Anda lakukan pada hari-hari haji.
Misalnya, ketika hari Tarwiyah, Arafah, hari Raya, apa saja yang harus
Anda lakukan, Anda bisa baca dalam buku ini, dan demikian seterusnya.
Lebih
dari itu, rubrik ini akan menuntun Anda menunaikan haji sesuai dengan
tuntunan Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam . Maka tak berlebihan jika
dikatakan, rubrik ini adalah rubrik pedoman haji yang sangat sistimatis,
mudah, praktis dan lengkap.
Akhir kata, semoga haji kita diterima
Allah Subhannahu wa Ta'ala. Semoga shalawat dan salam dilimpahkan kepada
Nabi Muhammad, keluarga dan segenap sahabatnya. Amin.
MUQADDIMAH
Pertama: Haji adalah salah satu dari lima rukun Islam. Ia wajib dilakukan sekali seumur hidup, berdasarkan firman Allah:
"Mengerjakan
haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang
sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah. Barangsiapa mengingkari
(kewajiban haji) maka sesungguhnya Allah Mahakaya (tidak memerlukan
sesuatu) dari semesta alam." (Ali Imran: 97).
Dan berdasarkan
sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam: "Islam itu dibangun di atas
lima perkara; bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang haq melainkan
Allah dan (bersaksi) bahwa Muhammad adalah Rasulullah, mendirikan
shalat, mengeluarkan zakat, berpuasa (di bulan) Ramadhan dan menunaikan
haji ke Baitullah." (Muttafaq Alaih).
Haji diwajibkan dengan lima syarat:
1. Islam.
2. Berakal.
3. Baligh.
4. Merdeka.
5. Mampu.
6.
Dan bagi perempuan ditambah dengan satu syarat yaitu adanya mahram yang
pergi bersamanya. Sebab haram hukumnya jika ia pergi haji atau safar
(bepergian) lainnya tanpa mahram, berdasarkan sabda Nabi Nabi
Shallallahu 'alaihi wa sallam: "Tidak (dibenarkan seorang) wanita
bepergian kecuali dengan mahramnya." (Muttafaq Alaih). Jika seorang
wanita pergi haji tanpa mahram maka ia berdosa tetapi hajinya tetap sah.
Syarat
kelima yakni mampu, meliputi kemampuan materi dan fisik. Barangsiapa
tidak mampu dengan hartanya untuk memenuhi biaya perjalanan, nafkah haji
dan
sejenisnya maka ia tidak berkewajiban haji. Adapun orang yang mampu
secara materil, tetapi tidak mampu secara fisik dan jauh harapan
sembuhnya, seperti orang yang sakit menahun, orang yang cacat atau tua
renta maka ia harus mewakilkan hajinya kepada orang lain. Dan
disyaratkan orang yang mewakilinya sudah haji untuk dirinya sendiri.
Kedua: Allah berfirman:
"(Musim)
haji adalah beberapa bulan yang dimak-lumi, barangsiapa yang menetapkan
niatnya dalam bulan itu akan mengerjakan haji, maka tidak boleh rafats,
berbuat fasik dan berbantah-bantahan." (Al-Baqarah: 197).
Rafats
adalah bersetubuh atau yang merangsang kepadanya, berbuat fasik artinya
berbuat maksiat, sedang yang dimaksud berbantah-bantahan adalah
berbantah-bantahan secara batil atau berbantah-bantahan yang tidak ada
manfaatnya, atau yang bahayanya lebih besar dari manfaatnya.
Nabi
Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Barangsiapa menunaikan haji
sedang ia tidak melakukan rafats dan perbuatan fasik maka ia pulang
(haji) sebagaimana hari ketika ia dilahirkan ibunya." (Muttafaq Alaih).
"Umrah ke umrah lainnya adalah kaffarah (peng-hapus dosa) antara
keduanya, dan haji mabrur tiada lain balasannya selain Surga." (Muttafaq
Alaih).
Karena itu wahai Saudara Haji, waspadalah dari terperosok ke
dalam maksiat, baik yang besar maupun yang kecil. Seperti mengakhirkan
shalat dari waktunya, ghibah (menggunjing), namimah (mengadu domba),
mencaci dan menghina, mendengarkan nyanyian, men-cukur jenggot, isbal
(menurunkan atau memanjangkan pakaian/kain hingga di bawah mata kaki),
merokok, melihat kepada yang haram di jalan atau di telivisi. Kemudian
bagi wanita, hendaknya menutupi semua tubuhnya dengan hijab syar'i (kain
penutup yang di-syari'atkan) serta menjauhkan diri dari memperlihatkan
aurat.
Dengan banyaknya manusia, desak-desakan dan lelah, terkadang
seseorang diuji dengan berbantah-bantahan yang dilarang dalam haji.
Misalnya dengan petugas lalu lintas atau sopir mobil umum; ketika
berdesak-desakan saat thawaf atau ketika melempar jumrah. Waspadalah
dari godaan dan tipu daya setan. Berusahalah untuk selalu bersikap
lembut, sabar dan berpaling dari orang-orang bodoh. Usahakan untuk tidak
keluar dari lisanmu kecuali ucapan-ucapan yang baik.
Ketiga:
Ketika haji, sebagian wanita tidak mengenakan jubah wanita dan ia
berjalan di antara laki-laki dengan pakaiannya. Terkadang pula ia
memakai celana panjang. Ia mengira bahwa hijab itu hanyalah sebatas
meletakkan kerudung di atas kepala. Ini adalah pemahaman yang keliru.
Lebih parah lagi, sebagian wanita pada hari Raya berhias dan berjalan di
depan laki-laki dengan mengenakan pakaian yang indah. Ia mengira bahwa
itu adalah bagian dari kegembiraan hari Raya. Ia tidak memahami bahwa
perbuatannya itu termasuk kefasikan yang besar dalam ibadah haji. Nabi
Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
"Aku tidak meninggalkan fitnah setelahku yang lebih berbahaya bagi laki-laki daripada (fitnah) wanita." (Muttafaq Alaih).
Sebagian wanita ada juga yang menganggap remeh masalah tidur di tempat-tempat umum yang membuat laki-laki bisa melihat mereka.
Adalah
wajib bagi wanita muslimah untuk bertaq-wa kepada Allah dan membatasi
diri dari laki-laki asing (bukan mahram) dengan mengenakan baju kurung
lebar yang tidak ada perhiasannya, sehingga tak kelihatan sesuatu pun
dari (anggota badan)nya, baik wajah, tangan atau kakinya. Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Wanita adalah aurat. Jika ia
keluar maka setan mengawasi/mengincarnya." (HR. At-Tirmidzi dengan sanad
shahih).
Pada asalnya, istisyraf (mengincar) berarti meletakkan
telapak tangan di atas alis mata serta mendongakkan kepala untuk
melihat. Maknanya sesuai konteks hadits di atas- adalah jika wanita
keluar rumah maka setan mengincarnya untuk menggodanya atau menggoda
(laki-laki) dengan dirinya.
Keempat: Jika seorang muslim melakukan
ihram haji atau umrah maka haram atasnya sebelas perkara sampai ia
keluar dari ihramnya (tahallul):
1. Mencabut rambut.
2. Menggunting kuku.
3. Memakai wangi-wangian.
4. Membunuh binatang buruan (darat, adapun bina-tang laut maka dibolehkan).
5.
Mengenakan pakaian berjahit (bagi laki-laki dan tidak mengapa bagi
wanita). Pakaian berjahit adalah pakaian yang membentuk badan, seperti
baju, kaos, celana pendek, gamis, celana panjang, kaos tangan dan kaos
kaki. Adapun sesuatu yang ada jahitannya tetapi tidak membentuk badan
maka hal itu tidak membahayakan muhrim (orang yang sedang ihram),
seperti sabuk, jam tangan, sepatu yang ada jahitan-nya dsb.
6.
Menutupi kepala atau wajah dengan sesuatu yang menempel (bagi
laki-laki), seperti peci, penutup kepala, surban, topi dan yang
sejenisnya. Tetapi dibolehkan berteduh di bawah payung, di dalam kemah
dan mobil. Juga dibolehkan membawa barang di atas kepala jika tidak
dimaksudkan untuk menutupinya.
7. Memakai tutup muka dan kaos tangan
(bagi wanita). Tetapi jika di depan laki-laki asing (bukan mahram) maka
ia wajib menutupi wajah dan kedua tangannya, namun dengan selain tutup
muka (cadar), misalnya dengan menurunkan kerudung ke wajah dan
memasukkan tangan ke dalam baju kurung.
8. Melangsungkan pernikahan.
9. Bersetubuh.
10. Bercumbu (bermesraan) dengan syahwat.
11. Mengeluarkan mani dengan onani atau bercumbu.
Orang Yang Melakukan Hal-hal Yang Dilarang Memiliki Tiga Keadaan:
1. Ia melakukannya tanpa udzur (alasan), maka ia berdosa dan wajib membayar fidyah (tebusan).
2.
Ia melakukannya untuk suatu keperluan, seperti memotong rambut karena
sakit. Perbuatannya ter-sebut dibolehkan, tetapi ia wajib membayar
fidyah.
3. Ia melakukannya dalam keadaan tidur, lupa, tidak tahu
atau dipaksa. Dalam keadaan seperti itu ia tidak berdosa dan tidak wajib
membayar fidyah.
Jika yang dilanggar itu berupa mencabut rambut,
menggunting kuku, memakai wangi-wangian, bercumbu karena syahwat,
laki-laki mengenakan kain yang berjahit atau menutupi kepalanya, atau
wanita memakai tutup muka (cadar) atau kaos tangan maka fidyah-nya
antara tiga hal. Orang yang melakukan pelanggaran itu boleh memilih
salah satu daripadanya:
1. Menyembelih kambing (untuk dibagikan kepada orang-orang fakir miskin dan ia tidak boleh memakan sesuatu pun daripadanya).
2. Memberi makan enam orang miskin, masing-masing setengah sha' makanan. (setengah sha' lebih kurang sama dengan 1,25 kg.).
3. Berpuasa selama tiga hari.
Dari larangan-larangan di atas, dikecualikan hal-hal berikut ini:
1. Melangsungkan pernikahan, sebab ia hukumnya haram, maka tidak ada fidyah karenanya.
2. Membunuh binatang buruan (darat), sebab ia hukumnya haram, dan terdapat denda jika ia membunuhnya secara sengaja.
3.
Bersetubuh (dan ia adalah larangan yang paling besar). Jika ia
melakukannya secara sengaja sebelum tahallul pertama, maka ada lima
konsekuensi:
a. Berdosa
b. Hajinya batal.
c. Ia wajib menyempurnakan hajinya.
d. Ia wajib mengulangi (men-qadha') hajinya pada tahun depan.
e. Ia wajib membayar fidyah berupa seekor unta yang disembelih ketika melakukan haji qadha'.
Kelima:
Haji ada tiga jenis; tamattu', qiran dan ifrad. Yang paling utama
adalah haji tamattu', karena perintah Nabi J terhadapnya. Haji tamattu'
yaitu ia melakukan ihram dengan niat umrah saja pada bulan haji, setelah
selesai melakukannya ia lalu melakukan ihram dengan niat haji pada hari
Tarwiyah (tanggal 8 Dzul Hijjah, pen.).
Haji ifrad yaitu ia
melakukan ihram dengan niat haji saja, ketika sampai di Makkah ia
melakukan thawaf qudum, kemudian langsung melakukan sa'i haji setelah
thawaf qudum .
Haji qiran yaitu ia melakukan ihram dengan niat
umrah dan haji sekaligus. Pekerjaan orang yang menunaikan haji qiran
sama dengan pekerjaan haji ifrad , kecuali dalam dua hal:
1. Niat.
Orang yang melakukan haji ifrad hanya meniatkan haji saja, sedangkan
orang yang menunaikan haji qiran meniatkan untuk umrah dan haji (secara
bersamaan).
2. Hadyu (menyembelih kurban). Orang yang menunaikan haji
qiran wajib menyembelih kurban, sedangkan orang yang menunaikan haji
ifrad tidak wajib hadyu (menyembelih kurban
TATA CARA UMRAH
Pertama: Ihram dari miqat.
Mandilah
lalu usapkanlah minyak wangi ke bagian tubuhmu, misalnya ke rambut dan
jenggot. Jangan mengusapkan minyak wangi ke pakaian ihram. Jika pakaian
ihram terkena minyak wangi maka cucilah. Hindarilah pakaian yang
berjahit. Kenakan selendang dan kain putih, juga sandal. (Payung, kaca
mata, cincin dan sabuk boleh dikenakan oleh orang yang sedang ihram).
Adapun
bagi wanita, maka ia mandi meskipun haid, lalu mengenakan pakaian yang
ia kehendaki, tetapi harus memenuhi syarat hijab, sehingga tidak tampak
sesuatu pun dari bagian tubuhnya. Juga tidak berhias dengan perhiasan
dan tidak memakai minyak wangi serta tidak menyerupai laki-laki.
Jika
Anda tidak mampu berhenti di miqat seperti yang melakukan perjalanan
dengan pesawat terbang maka mandilah sejak di rumah, lalu jika telah
mendekati miqat mulailah ihram dan ucapkanlah: "Labbaika 'Umratan"
artinya : "Aku penuhi panggilanMu untuk menunaikan ibadah umrah."
Jika
Anda khawatir tidak bisa menyempurnakan ibadah haji karena sakit atau
lainnya maka ucapkan: "Fa in habasanii haabisun famahallii haitsu
habastanii" artinya : "Jika aku terhalang oleh suatu halangan maka
tempat (tahallul)ku adalah di mana Engkau menahanku."
Lalu mulailah
mengucapkan talbiyah hingga sampai ke Makkah. Talbiyah hukumnya sunnah
mu'akkadah (ditekankan), baik untuk laki-laki maupun wanita. Bagi
laki-laki disunnahkan untuk mengeraskan suara talbiyah, dan tidak bagi
wanita. Talbiyah yang dimaksud adalah ucapan: "Labbaika Allahumma
labbaika, Labbaika Laa Syariika laka labbaika, innal hamda wanni'mata
laka wal mulka, laa syariika laka" "Aku penuhi panggilanMu ya Allah, aku
penuhi panggilanMu. Aku penuhi panggilanMu, tidak ada sekutu bagiMu,
aku penuhi panggilanMu. Sesungguh-nya segala pujian dan nikmat serta
kerajaan adalah milikMu, tidak ada sekutu bagiMu."
Disunnahkan mandi sebelum masuk Makkah, jika hal itu memungkinkan.
Peringatan:
1.
Sebagian orang mempercayai bahwa pakaian yang dikenakan wanita haruslah
berwarna tertentu, misalnya hijau, hitam atau putih. Ini adalah tidak
benar! Sungguh tidak ada ketentuan sedikit pun tentang warna pakaian
yang harus dikenakan.
2. Talbiyah yang dilakukan secara
bersama-sama dengan satu suara -di mana hal ini dilakukan oleh sebagian
jamaah haji adalah bid'ah. Perbuatan tersebut tidak ada contohnya dari
Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, juga tidak dari salah seorang
sahabatnya. Yang benar adalah hendaknya setiap Haji mengucapkan talbiyah
sendiri-sendiri.
3. Tidak diharuskan seorang yang sedang ihram,
baik laki-laki maupun wanita mengenakan terus pakaian yang ia kenakan
ketika ihram sepanjang ibadahnya, tetapi dibolehkan ia menggantinya
kapan dia suka.
4. Hendaknya setiap Haji benar-benar
memper-hatikan masalah menutup aurat, sebab sebagian laki-laki terkadang
auratnya terbuka di depan orang lain, misalnya ketika duduk atau tidur,
sedang dia tidak merasa.
5. Sebagian wanita mempercayai
dibolehkannya membuka wajah di depan laki-laki selama masih dalam
keadaan ihram. Ini adalah keliru! Ia wajib menutupi wajahnya. Di antara
dalil masalah ini adalah ucapan Aisyah radhiallahu anha: "Dahulu ada
kafilah yang melewati kami, sedang kami dalam keadaan ihram bersama
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Ketika mereka telah dekat
dengan kami, salah seorang dari kami mengulurkan jilbabnya ke wajahnya,
dan ketika mereka telah lewat, kami membukanya kembali." (HR. Ahmad dan
Abu Daud dengan sanad hasan). Dan dari Asma' binti Abi Bakar radhiallahu
anha, ia berkata: "Kami menutupi wajah kami dari (penglihatan)
laki-laki dan sebelumnya kami menyisir rambut ketika ihram."
(Dikeluarkan Al-Hakim dan lainnya, atsar ini shahih).
Kedua: Jika
Anda telah sampai di Masjidil Haram, dahulukanlah kaki kananmu dan
ucapkan (do'a): 'Dengan nama Allah, semoga shalawat dan salam dicurahkan
kepada Rasulullah. Ya Allah, bukakanlah untukku pintu-pintu rahmatMu'.
'Aku berlindung kepada Allah Yang Mahaagung dan dengan WajahNya Yang
Mahamulia serta KekuasaanNya Yang Mahaazali dari setan yang terkutuk'."
Do'a ini juga diucapkan ketika memasuki masjid-masjid yang lain.
Ketiga:
Lalu mulailah melakukan thawaf dari hajar aswad (dan atau dari tempat
yang searah dengannya, pen.), kemudian menghadaplah kepadanya dan
ucap-kan, 'Allahu Akbar' (Allah Mahabesar), lalu usaplah hajar aswad itu
dengan tangan kananmu kemudian ciumlah. Jika Anda tidak mampu
menciumnya maka
usaplah hajar aswad itu dengan tanganmu atau dengan
lainnya, lalu ciumlah sesuatu yang dengannya Anda mengusap hajar aswad.
Jika Anda tidak mampu melaku-kannya, maka jangan mendesak orang-orang
(untuk mencapainya), tetapi berilah isyarat kepada hajar aswad dengan
tanganmu sekali isyarat (dan jangan Anda cium tanganmu). Lakukan hal itu
dalam memulai setiap putaran thawaf.
Berthawaflah tujuh kali putaran
dengan menjadi-kan Ka'bah di sebelah kirimu. Lakukan raml (jalan cepat
dengan memendekkan langkah) pada tiga putaran pertama dan berjalanlah
(biasa) pada putaran berikut-nya. Dalam semua putaran thawaf tersebut
lakukanlah idhthiba' (meletakkan pertengahan kain selendang di bawah
pundak kanan, dan kedua ujungnya di atas pundak kiri). Raml dan
idhthiba' tersebut khusus bagi laki-laki dan hanya dilakukan pada thawaf
yang pertama. Atau thawaf umrah bagi orang yang menger-jakan haji
tamattu' dan thawaf qudum bagi orang yang melakukan haji qiran dan
ifrad.
Jika Anda telah sampai ke Rukun Yamani maka usaplah dengan
tanganmu jika hal itu memungkinkan-, tetapi jangan menciumnya. Jika
tidak bisa mengusapnya maka jangan memberi isyarat kepadanya. Dan
disunnahkan ketika Anda berada di antara Rukun Yamani dan hajar aswad
membaca do'a: "Wahai Rabb kami, berikanlah kami kebaikan di dunia dan
kebaikan di akhirat, dan jagalah kami dari siksa api Neraka."
Dalam
thawaf, tidak ada do'a-do'a khusus dari tuntunan Nabi shallallahu
'alaihi wa sallam selain do'a di atas, tetapi memang disunnahkan
memperbanyak dzikir dan do'a ketika thawaf (do'a apa saja yang
dikehendaki, pen.). Jika Anda membaca ayat-ayat Al-Qur'an ketika thawaf,
maka itu adalah baik.
Peringatan:
1. Bersuci adalah syarat
sahnya thawaf. Jika wudhu Anda batal di tengah-tengah melakukan thawaf,
maka keluar dan berwudhulah, lalu ulangilah thawaf Anda dari awal.
2.
Jika di tengah-tengah Anda melakukan thawaf didirikan shalat, atau Anda
mengikuti shalat jenazah, maka shalatlah bersama mereka lalu
sempurnakanlah thawaf Anda dari tempat mana Anda berhenti. Jangan lupa
menutupi kedua pundak Anda, sebab menutupi keduanya dalam shalat adalah
wajib.
3. Jika Anda perlu duduk sebentar, atau minum air atau
berpindah dari lantai bawah ke lantai atas atau sebaliknya di
tengah-tengah thawaf, maka hal itu tidak mengapa.
4. Jika Anda
ragu-ragu tentang bilangan putaran, maka pakailah bilangan yang Anda
yakini; yaitu yang lebih sedikit. Jika Anda ragu-ragu apakah Anda telah
melakukan thawaf tiga atau empat kali maka tetapkan-lah tiga kali,
tetapi jika Anda lebih mengira bilangan tertentu maka tetapkanlah
bilangan tersebut.
Sebagian Haji melakukan idhthiba' sejak awal
me-makai pakaian ihram dan tetap seperti itu dalam seluruh manasik haji.
Ini adalah keliru. Yang disyari'atkan adalah hendaknya ia menutupi
kedua pundaknya, dan tidak melakukan idhthiba' kecuali ketika thawaf
yang pertama, sebagaimana telah disinggung di muka.
Keempat: Jika
Anda selesai dari putaran ketujuh, saat mendekati hajar aswad, tutuplah
pundakmu yang kanan, kemudian pergilah menuju maqam Ibrahim, jika hal
itu memungkinkan, lalu ucapkanlah firman Allah:
"Dan jadikanlah sebagian maqam Ibrahim tempat shalat." (Al-Baqarah: 125).
Jadikanlah
posisi maqam itu antara dirimu dengan Ka'bah, jika memungkinkan, lalu
shalatlah dua rakaat. Pada raka'at pertama Anda membaca, setelah
Al-Fatihah- surat Al-Kafirun dan pada raka'at kedua surat Al-Ikhlash .
Peringatan:
Shalat
dua raka'at thawaf hukumnya sunnah dikerjakan di belakang maqam
Ibrahim, tetapi melaku-kannya di tempat mana saja dari Masjidil Haram
juga dibolehkan.
Termasuk kesalahan yang dilakukan oleh sebagian
jamaah haji adalah shalat di belakang maqam Ibrahim pada saat orang
penuh sesak, sehingga dengan demikian menyakiti orang lain yang sedang
thawaf. Yang benar, hendaknya ia mundur ke belakang sehingga jauh dari
orang-orang yang thawaf, dan hendaknya ia menjadikan posisi maqam
Ibrahim antara dirinya dengan Ka'bah, atau bahkan boleh melakukan shalat
di mana saja di Masjidil Haram.
Kelima: Selanjutnya pergilah ke
zam-zam dan minumlah airnya. Lalu berdo'alah kepada Allah dan tuangkan
air zam-zam di atas kepalamu. Jika memung-kinkan, pergilah ke hajar
aswad dan usaplah.
Keenam: Lalu pergilah menuju Shafa, dan ketika
telah dekat bacalah firman Allah Ta'ala: "Sesungguhnya Shafa dan Marwah
adalah sebagian dari syi'ar Allah." (Al-Baqarah: 158).Kemudian
ucapkanlah: "Kami memulai dengan apa yang dengannya Allah memulai."
Kemudian
naiklah ke (bukit) Shafa dan menghadaplah ke Ka'bah lalu bertakbirlah
tiga kali dan ucapkan: "Tiada sesembahan yang haq melainkan Allah
semata, tiada sekutu bagiNya, hanya bagiNya segala kerajaan dan hanya
bagiNya segala puji dan Dia Mahakuasa atas segala sesuatu. Tiada
sesembahan yang haq melainkan Dia, tiada sekutu bagiNya, yang menepati
janjiNya, yang memenangkan hambaNya dan yang menghancurkan
golongan-golongan (kafir) dengan tanpa dibantu siapa pun."
Ulangilah
dzikir tersebut sebanyak tiga kali dan berdo'alah pada tiap-tiap selesai
membacanya dengan do'a-do'a yang Anda kehendaki.
Ketujuh:
Kemudian turunlah untuk melakukan sa'i antara Shafa dan Marwah. Bila
Anda berada di antara dua tanda hijau, lakukanlah sa'i dengan berlari
kecil (khusus untuk laki-laki dan tidak bagi wanita). Jika Anda telah
sampai di Marwah, naiklah ke atasnya dan menghadaplah ke Ka'bah,
kemudian ucapkan sebagaimana yang Anda ucapkan di Shafa. Demikian
hendaknya yang Anda lakukan pada putaran berikut-nya. Pergi (dari Shafa
ke Marwah) dihitung satu kali putaran dan kembali (dari Marwah ke Shafa)
juga dihitung satu kali putaran hingga sempurna menjadi tujuh kali
putaran. Karena itu, putaran sa'i yang ke tujuh berakhir di Marwah.
Tidak ada dzikir (do'a) khusus untuk sa'i, karena itu perbanyaklah
dzikir dan do'a serta membaca Al-Qur'an.
Peringatan:
Ada dua bid'ah saat thawaf dan sa'i yang tersebar di sebagian orang:
1. Terpaku dengan do'a-do'a tertentu pada setiap putaran, sebagaimana ditemukan dalam buku-buku kecil.
2. Jama'ah haji berdo'a bersama-sama dengan di-komando oleh seorang pemimpin (rombongan) dengan koor (satu suara) dan keras.
Para
Haji hendaknya mewaspadai kedua bid'ah di atas, sebab tidak ada
tuntunannya dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, juga tidak dari
salah seorang sahabatnya .
Kedelapan: Jika selesai mengerjakan
sa'i cukurlah rambut Anda (sampai bersih) atau pendekkanlah. Bagi orang
yang menunaikan umrah, mencukur (gundul) rambut adalah lebih utama,
kecuali jika waktu haji sudah dekat, maka memendekkan rambut lebih
utama, sehing-ga mencukur (gundul) rambut dilakukan pada waktu haji. Dan
tidak cukup memendekkan rambut hanya beberapa helai pada bagian depan
kepala dan bela-kangnya sebagaimana yang dilakukan oleh sebagian jama'ah
Haji, tetapi hendaknya memendekkan tersebut dilakukan pada seluruh
rambut atau pada sebagian besarnya. Adapun bagi wanita, maka hendaknya
ia mengumpulkan rambutnya dan mengambil daripadanya kira-kira seujung
jari. Jika rambutnya keriting (tidak sama panjang ujungnya) maka harus
diambil dari tiap-tiap kepangan (genggaman).
Jika hal di atas telah Anda lakukan, berarti Anda telah menyelesaikan umrah. Dan segala puji adalah milik Allah semata.
Peringatan:
Termasuk
kesalahan yang dilakukan oleh sebagian jama'ah Haji adalah
mengulang-ulang umrah ketika sampai di Makkah. Yang demikian itu
bukanlah tun-tunan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, juga bukan
tuntunan para sahabatnya . Seandainya pun di dalamnya ada keutamaan,
tentu mereka telah melakukannya mendahului kita.
HARI TARWIYAH
Hari
tarwiyah adalah hari kedelapan dari bulan Dzul Hijjah. Disebut demikian
karena pada hari itu orang-orang mengenyangkan diri dengan minum air
untuk (persiapan ibadah) selanjutnya.
Pekerjaan-pekerjaan pada hari tarwiyah:
Disunnahkan
bagi orang yang menunaikan haji tamattu' untuk melakukan ihram haji
pada hari tersebut, yakni dari tempat di mana ia singgah. Maka,
hendaknya ia mandi dan mengusapkan wewangian di tubuhnya, tidak
mengenakan kain yang berjahit, dan ia ihram dengan selendang, kain dan
sandal. Adapun bagi wanita, maka hendaknya ia mandi dan menggunakan
pakaian apa saja yang dikehendakinya dengan syarat tidak menampakkan
perhiasannya, tidak memakai penutup muka, juga tidak memakai kaos
tangan.
Selanjutnya Anda mengucapkan: (Aku penuhi panggilanMu
untuk menunaikan ibadah haji). Jika ditakutkan ada halangan maka Anda
disunnahkan memberi syarat dengan mengucapkan: "Jika aku terhalang oleh
suatu halangan maka tempat (tahallul)ku adalah di mana Engkau
menahanku." Selanjutnya ucapkanlah talbiyah:
"Aku penuhi
panggilanMu ya Allah, aku penuhi panggilanMu, aku penuhi panggilanMu,
tidak ada sekutu bagiMu, aku penuhi panggilanMu. Sesungguh-nya segala
puji, kenikmatan dan kerajaan adalah milikMu, tidak ada sekutu bagiMu."
Demikian Anda terus mengumandangkan talbiyah dengan mengeraskan suara,
sampai Anda melempar jumrah aqabah pada hari Nahar (kurban).
Pada malam ini Anda disunnahkan bermalam di Mina.
Dan
di Mina, Anda disunnahkan menunaikan shalat Zhuhur, Ashar, Maghrib,
Isya' dan Shubuh pada hari Arafah, semuanya dilakukan dengan qashar,
tanpa jama'.
Setiap Haji hendaknya memanfaatkan waktu-waktu luangnya
untuk sesuatu yang bermanfaat. Seperti mendengarkan ceramah agama,
membaca Al-Qur'an, membaca buku tentang manasik haji dsb.
HARI ARAFAH
Jika
matahari terbit pada hari Arafah (hari kesembilan dari bulan Dzul
Hijjah), maka setiap Haji berangkat dari Mina ke Arafah, seraya
mengumandang-kan talbiyah atau takbir. Hal itu sebagaimana telah
dilakukan oleh para sahabat , sedang mereka bersama Nabi shallallahu
'alaihi wa sallam ; ada yang mengumandangkan talbiyah dan Nabi
shallallahu 'alaihi wa sallam tidak mengingkarinya, ada yang bertakbir
dan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam juga tidak mengingkarinya. Jika
matahari telah tergelincir, maka ia shalat Zhuhur dan Ashar secara jama'
qashar dengan satu adzan dan dua iqamat. Sebelum shalat, imam
menyam-paikan khutbah yang materinya sesuai dengan keadaan (ibadah haji,
pen.).
Setelah shalat, setiap Haji menyibukkan diri dengan dzikir,
do'a dan merendahkan diri kepada Allah Subhannahu wa Ta'ala. Sebaiknya
berdo'a dengan mengangkat kedua tangan dan menghadap kiblat hingga
terbenamnya matahari. Demikian seperti yang dilakukan Nabi shallallahu
'alaihi wa sallam. Karena itu, setiap Haji hendaknya tidak
menyia-nyiakan kesempatan yang agung ini. Hendaknya ia mengulang-ulang
serta memperbanyak do'a, juga hendaknya ia bertaubat kepada Allah dengan
taubat yang sejujur-jujurnya.
Para Haji, di bawah ini beberapa nash yang menunjukkan keutamaan hari Arafah:
Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Haji adalah Arafah." (HR. Ahmad dan para penulis kitab Sunan, shahih).
Nabi
shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Tidak ada hari yang ketika itu
Allah lebih banyak membebaskan hamba dari (siksa) Neraka selain hari
Arafah. Dan sungguh ia telah dekat, kemudian Allah membanggakan mereka
di hadapan para malaikat, seraya berfirman, 'Apa yang mereka
kehendaki?'" (HR. Muslim).
Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam
bersabda: "Yang paling utama aku ucapkan, juga yang diucapkan oleh para
nabi pada sore hari Arafah adalah, 'Tidak ada sesembahan yang haq
melainkan Allah semata, tidak ada sekutu bagiNya, bagiNya kerajaan dan
segala puji, dan Dia Mahakuasa atas segala sesuatu'." (HR. Malik dan
lainnya, shahih).
Peringatan:
1. Hendaknya setiap Haji yakin
bahwa dirinya benar-benar berada di wilayah Arafah. Batasan-batasan
Arafah itu dapat diketahui dengan spanduk-spanduk besar yang ada di
sekeliling Arafah.
2. Masjid Namirah tidak semuanya berada di
wilayah Arafah, tetapi sebagiannya berada di wilayah Arafah (bagian
belakang masjid), dan sebagian lain berada di luar Arafah (bagian depan
masjid).
3. Sebagian orang mengira jika jabal (bukit) Arafah
(biasa disebut jabal Rahmah, pen.) memiliki keutamaan. Ini adalah tidak
benar.
4. Sebagian Haji tergesa-gesa, sehingga keluar dari Arafah
menuju Muzdalifah sebelum tenggelamnya matahari. Ini adalah salah. Yang
wajib adalah tinggal di Arafah hingga tenggelamnya matahari.
BERMALAM DI MUZDALIFAH
Jika
matahari telah tenggelam pada hari Arafah maka para Haji berduyun-duyun
(meninggalkan) Arafah menuju Muzdalifah dengan tenang, diam dan tidak
berdesak-desakan. Jika telah sampai Muzdalifah ia shalat Maghrib dan Isya' secara jama' qashar dengan satu adzan dan dua iqamat.
Diharamkan
mengakhirkan shalat Isya' hingga lewat pertengahan malam, berdasarkan
sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam: "Waktu Isya' adalah sampai
pertengahan malam." (HR. Muslim).
Jika ia takut akan lewatnya waktu, hendaknya ia shalat Maghrib dan Isya' di tempat mana saja, meskipun di Arafah.
Lalu
ia bermalam di Muzdalifah hingga terbit fajar. Kemudian ia shalat
Shubuh di awal waktunya, lalu menuju Masy'aril Haram, yaitu bukit yang
berada di Muzdalifah, jika hal itu memungkinkan baginya. Jika tidak,
maka seluruh Muzdalifah adalah mauqif (tempat berhenti yang
disyari'atkan). Di sana hendaknya ia menghadap kiblat dan memanjatkan
pujian kepada Allah, bertakbir, mengesakan dan berdo'a kepadaNya. Jika
pagi telah tampak sangat menguning, sebelum terbit matahari, para Haji
berangkat menuju Mina dengan mengumandangkan talbiyah , demikian ia
terus ber-talbiyah hingga sampai melempar jumrah aqabah.
Adapun bagi
orang-orang yang lemah dan para wanita maka mereka dibolehkan langsung
menuju Mina pada akhir malam. Hal itu berdasarkan hadits Ibnu Abbas
radhiyallahu anhu, ia berkata: "Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam
mengutusku ketika akhir waktu malam dari rombongan orang-orang (di
Muzdalifah) dengan membawa perbekalan Nabiullah shallallahu 'alaihi wa
sallam." (HR. Muslim).
Dan adalah Asma' binti Abi Bakar radhiyallahu
anhuma berangkat dari Muzdalifah setelah tenggelamnya bulan. Sedangkan
tenggelamnya bulan adalah terjadi kira-kira setelah berlalunya dua
pertiga malam.
Peringatan:
1. Sebagian orang mempercayai bahwa
batu-batu kerikil untuk melempar jumrah diambil dari sejak kedatangan
mereka di Muzdalifah. Ini adalah kepercayaan yang salah dan tidak pernah
dilakukan oleh Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam. Batu-batu kerikil
itu boleh diambil dari tempat mana saja.
2. Sebagian orang
mengira bahwa pertengahan malam adalah pukul dua belas malam. Ini adalah
keliru. Yang benar, pertengahan malam adalah separuh dari seluruh jam
yang ada pada malam hari. Kalau dihitung secara matematika adalah
sebagai berikut: (Keseluruhan jam yang ada pada malam hari : 2 + waktu
tenggelamnya matahari = pertengahan malam ). Jika matahari tenggelam
pada pukul enam sore misalnya, sedangkan terbitnya fajar pada pukul lima
pagi maka pertengahan malamnya adalah pukul sebelas lebih tiga puluh
menit. (Keseluruhan jam yang ada pada malam hari, yakni 11 jam : 2 +
waktu tenggelamnya matahari, yakni pukul 6 = 11, 30 menit).
3. Di
antara penyimpangan yang menyedihkan pada malam tersebut adalah bahwa
sebagian Hujjaj mendirikan shalat Shubuh sebelum tiba waktunya, padahal
shalat itu tidak sah jika dilakukan sebelum masuk waktunya.
4.
Hendaknya setiap Haji meyakini benar bahwa ia berada di wilayah
Muzdalifah. Hal itu bisa diketahui melalui spanduk-spanduk besar yang
ada di sekeliling Muzdalifah.
HARI RAYA KURBAN
Beberapa amalan pada hari Raya Kurban adalah:
1. Melempar jumrah aqabah.
2. Menyembelih hadyu (bagi orang yang melakukan haji tamattu' dan qiran).
3. Mencukur (gundul) rambut kepala atau memendekkannya, tetapi mencukur (gundul) adalah lebih utama.
4. Thawaf ifadhah dan sa'i untuk haji.
Peringatan Penting:
a.
Tertib di atas adalah sunnah, dan kalau tidak dikerjakan secara tertib
juga tidak mengapa. Seperti orang yang mendahulukan thawaf daripada
mencukur rambut, atau mendahulukan mencukur rambut dari-pada melempar
jumrah, atau mendahulukan sa'i daripada thawaf, atau lainnya.
b.
Melempar jumrah aqabah adalah dengan tujuh batu kerikil dengan secara
berurutan. Ia mengangkat tangannya dan mengucapkan takbir setiap kali
melempar batu kerikil. Disunnahkan ia menghadap ke jumrah dan menjadikan
Makkah berada di sebelah kirinya dan Mina berada di sebelah kanannya.
c.
Waktu melempar jumrah aqabah ba i mereka yang kuat (fisiknya) adalah
dimulai dari setelah terbitnya matahari. Hal itu berdasarkan hadits Ibnu
Abbas radhiyallahu anhu ia berkata: "Rasulullah shallallahu 'alaihi wa
sallam mendahulukan kami anak-anak Bani Abdul Muththalib pada malam
Muzdalifah dengan mengendarai keledai, maka Rasulullah shallallahu
'alaihi wa sallam menepuk paha-paha kami seraya bersabda: "Wahai
anak-anakku, jangan kalian melempar jumrah sehingga matahari terbit."
(HR. Abu Daud , Shahih Sunan Abi Daud). Adapun para wanita dan mereka
yang lemah maka dibolehkan melempar sejak kedatangan mereka di Mina pada
akhir malam. Hal itu berdasarkan hadits Asma' radhiyallahu anha, dari
Abdullah pelayan Asma' dari Asma': "Bahwasanya ia singgah pada malam
perkumpulan di Muzdalifah, lalu ia berdiri menegakkan shalat, ia shalat
sejenak kemudian bertanya, 'Wahai anakku, apakah bulan telah tenggelam?'
'Belum', jawabku. Ia lalu shalat sejenak kemudian bertanya, 'Apakah
bulan telah tenggelam?' 'Sudah', jawabku. Ia berkata, 'Kalau begitu
berangkatlah.' Maka kami berangkat dan pergi hingga ia melempar jumrah.
Kemudian ia pulang dan shalat Shubuh di rumahnya. Maka kutanyakan
padanya, 'Sungguh, kami tidak mengira kecuali bahwa kita telah melempar
(jumrah) pada malam hari'. Ia menjawab, 'Wahai anakku, sesungguhnya
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam mengizin-kannya untuk kaum
wanita'." (Muttafaq Alaih).
d. Waktu melempar jumrah aqabah
berlanjut hingga zawal(waktu tergelincirnya matahari dari pertengahan
langit,dan itulah waktu permulaan shalat zhuhur). Dan dibolehkan
melempar setelahzawalmeskipun meskipun di malam hari, jika menemui
kesulitan untuk melemparnya sebelum zawal.
e. Jumrah aqabah,
penampungan (batu kerikil)nya adalah separuh penampungan. Karena itu ia
harus yakin bahwa batu-batu kerikilnya masuk ke dalam penampungan tsb.,
tetapi jika setelah itu tergelincir (keluar) maka tidak mengapa.
f.
Disunnahkan untuk segera menyembelih hadyu, mencukur rambut, thawaf dan
sa'i, tetapi jika diakhirkan hingga setelah hari Raya Kurban maka tidak
mengapa.
g. Menyembelih hadyu adalah wajib bagi yang melakukan
haji tamattu' dan qiran. Adapun yang melakukan haji ifrad maka tidak
wajib menyembelih hadyu . Orang yang tidak bisa menyembelih hadyu
diwajibkan puasa tiga hari pada waktu haji dan tujuh hari ketika mereka
pulang kepada keluarganya. Penyembelihan itu tidak harus dilakukan di
Mina, tetapi boleh dilakukan di Makkah atau tanah suci lainnya (Madinah,
pen.). Dibolehkan pula bagi tujuh orang untuk berserikat dalam satu
ekor unta atau sapi. Disunnahkan untuk menyembelih sendiri dengan
tangannya, tetapi jika diwakilkan kepada yang lain maka hal itu
dibolehkan. Disunnahkan pula untuk menelentangkan hadyu (sapi atau
kambing) pada sisi kirinya dan menghadap-kannya ke kiblat, sedang
telapak kaki (orang yang menyembelih) diletakkan di atas leher hewan
tersebut. Adapun unta, maka disunnahkan ketika menyembelihnya dalam
keadaan berdiri, tangan kirinya diikat serta dihadapkan ke kiblat.
Ketika menyembelih, disyaratkan menyebut nama Allah, dan disunnahkan
untuk menambahkannya dengan bacaan: "Dengan nama Allah, Allah Mahabesar,
ya Allah, sesungguhnya ini adalah dariMu dan milikMu, ya Allah
kabulkanlah (kurban) dari kami (ini)." Waktu penyembelihan masih terus
berlangsung hingga tenggelamnya matahari dari akhir hari tasyriq, yaitu
tanggal 13 Dzul Hijjah. Thawaf di Ka'bah adalah tujuh kali, sebagaimana
thawaf ketika umrah, tetapi tidak dengan raml (jalan cepat) dan
idhthiba' (menyelempangkan selen-dang). Lalu disunnahkan untuk melakukan
shalat dua rakaat di belakang maqam Ibrahim, jika hal itu memungkinkan.
Jika tidak, maka boleh melakukan shalat di tempat mana saja dari
Masjidil Haram.
h. Sa'i antara Shafa dan Marwah adalah tujuh
putaran, tata caranya sebagaimana yang ada pada sa'i untuk umrah. Adapun
orang yang melakukan haji qiran dan ifrad maka cukup baginya sa'i yang
pertama, jika mereka telah melakukan sa'i pada thawaf qudum.
i.
Mencukur harus mengenai semua rambut. Adapun bagi wanita, maka ia cukup
menghimpun semua rambutnya lalu memotong ujungnya kira-kira seujung
jari. Jika ujung rambutnya tidak sama pan-jangnya maka bisa dipotong
dari setiap kepangan (genggaman) rambut.
j. Jika seorang Haji
telah melempar jumrah aqabah dan mencukur atau menggunting rambut maka
ia telah tahallul awal. Artinya, boleh baginya melakukan segala sesuatu
dari yang dilarang ketika ihram kecuali masalah wanita. Dan disunnahkan
baginya untuk membersihkan diri dan memakai wangi-wangian sebelum
thawaf. Kemudian, jika ia telah melempar, mencukur atau menggunting
rambut, thawaf dan sa'i berarti ia telah tahallul tsani , yang dengan
demikian dihalalkan baginya segala sesuatu hingga masalah wanita
(hubungan suami isteri).
HARI-HARI TASYRIQ
1. Wajib
bermalam di Mina pada malam-malam hari tasyriq, yakni malam ke-11 dan
ke-12 (bagi yang terburu-buru) serta malam ke-13 (bagi yang
meng-akhirkan/tetap tinggal).
2. Wajib melempar jumrah pada hari-hari tasyriq, caranya adalah sebagai berikut:
Setiap
Haji melempar ketiga jumrah (ula, wustha, aqabah) pada setiap hari dari
hari-hari tasyriq setelah tergelincirnya matahari. Yakni dengan tujuh
batu kerikil secara berurutan untuk masing-masing jumrah, dan hendaknya
ia bertakbir setiap kali melempar. Dengan demikian jumlah batu kerikil
yang wajib ia lemparkan setiap harinya adalah 21 batu kerikil. (Ukuran
batu kerikil tersebut lebih besar sedikit dari biji kacang).
Jama'ah
haji memulai dengan melempar jumrah ula, yakni jumrah yang letaknya
dekat masjid Al-Khaif, kemudian hendaknya ia maju ke sebelah kanan
seraya berdiri dengan menghadap kiblat. Di sana hendaknya ia berdiri
lama untuk berdo'a dengan mengangkat tangan. Lalu ia melempar jumrah
wustha , kemudian mencari posisi di sebelah kiri dan berdiri menghadap
kiblat. Di sana hendaknya ia berdiri lama untuk berdo'a seraya
mengangkat tangan. Selanjutnya ia melempar jumrah aqabah dengan
menghadap kepadanya serta menjadikan kota Makkah berada di sebelah
kirinya dan Mina di sebelah kanannya. Di sana ia tidak berhenti (untuk
berdo'a). Demikianlah, hal yang sama hendaknya ia lakukan pada tanggal
12 dan 13 Dzul Hijjah
.
Peringatan:
1. Adalah salah,
membasuh batu-batu kerikil (sebelum melemparkannya), sebab yang demikian
itu tidak ada keterangannya dari Nabi J, juga tidak dari para
sahabatnya.
2. Yang menjadi ukuran (benarnya lemparan) adalah
jatuhnya batu kerikil ke dalam penampungan, dan bukan melempar tiang
yang ada di tengah-tengah penampungan (batu kerikil).
3. Waktu
melempar jumrah adalah dimulai dari sejak tergelincirnya matahari hingga
terbenamnya, tetapi tidak mengapa melemparnya hingga malam hari, jika
hal itu memang diperlukan. Hal itu berdasar-kan sabda Nabi shallallahu
'alaihi wasallam : "Penggembala melempar (jumrah) pada malam hari dan
menggembala (ternaknya) di siang hari." (Hadits hasan, As-Silsilah
Ash-Shahihah, 2477).
4. Tidak boleh mewakilkan dalam melempar
jumrah kecuali ketika dalam keadaan lemah (tak mampu) atau takut akan
bahaya karena telah lanjut usia, sakit, masih kecil atau sejenisnya. Dan
ketika mewakili, hendaknya ia melempar jumrah ula sebanyak tujuh kali
untuk dirinya sendiri terlebih dahulu, lalu melemparkan untuk orang yang
diwakilinya. Demikian pula hendaknya yang ia lakukan dalam jumrah
wustha dan aqabah (jika mewakili orang lain). Adapun sebagian orang pada
saat ini yang dengan mudahnya mewakilkan melempar jumrah adalah hal
keliru. Orang yang takut berdesak-desakan dengan laki-laki dan perempuan
maka hendaknya ia pergi melempar pada saat-saat yang sepi, misalnya
ketika malam hari.
5. Hendaknya melempar ketiga jumrah tersebut secara tertib, yakni shughra kemudian wustha lalu aqabah.
6.
Sungguh keliru orang yang mencaci dan mencerca ketika melempar jumrah,
atau melempar dengan sepatu, payung dan batu besar, serta kepercayaan
sebagian orang bahwa setan diikat pada tiang yang ada di tengah
penampungan batu kerikil.
7. Bermalam yang wajib dilakukan di
Mina adalah dengan tinggal di sana pada sebagian besar waktu malam.
Misalnya, jika seluruh waktu malam adalah sebelas jam maka ia wajib
tinggal di Mina lebih dari lima jam 30 menit.
8. Diperbolehkan
bagi orang yang tergesa-gesa untuk meninggalkan Mina pada tanggal 12
Dzul Hijjah, yakni setelah melempar jumrah dan hendaknya ia keluar dari
Mina sebelum tenggelamnya matahari. Jika matahari telah tenggelam dan ia
masih berada di Mina maka ia wajib bermalam dan melempar lagi keesokan
harinya, kecuali jika ia telah bersiap-siap meninggalkan Mina lalu
matahari tenggelam karena jalan macet atau sejenisnya maka ia dibolehkan
tetap pergi dan hal itu tidak mengapa baginya.
TANGGAL 12 DZUL HIJJAH
1.
Jika Anda telah selesai melempar jumrah pada tanggal 12 Dzul Hijjah,
lalu Anda ingin bersegera maka Anda dibolehkan keluar dari Mina sebelum
matahari tenggelam, tetapi jika Anda ingin tetap tinggal maka hal itu
lebih utama. Bermalamlah (sehari lagi) di Mina pada tanggal 13 Dzul
Hijjah, dan lemparlah ketiga jumrah (ula, wustha, aqabah ) setelah
tergelincir-nya matahari dan sebelum matahari tenggelam, sebab hari-hari
tasyriq berakhir dengan tenggelamnya matahari.
2. Jika matahari
telah tenggelam pada tanggal 12 Dzul Hijjah (hari kedua dari hari-hari
tasyriq) dan Anda masih berada di Mina maka Anda wajib bermalam kembali
di Mina pada malam itu kemudian melempar jumrah keesokan harinya,
kecuali jika Anda telah bersiap-siap berangkat, tetapi jalan macet
misalnya sehingga matahari tenggelam maka Anda dibolehkan keluar dari
Mina dan hal itu tidak mengapa bagi Anda.
3. Ketika Anda hendak
meninggalkan Makkah, Anda wajib melakukan thawaf wada' sebanyak tujuh
kali putaran, setelahnya Anda disunnahkan shalat dua rakaat di belakang
maqam Ibrahim.
4. Perempuan yang sedang haid atau nifas tidak diwajibkan melakukan thawaf wada'.
Dengan demikian selesailah pekerjaan-pekerjaan haji.
RINGKASAN RUKUN, WAJIB UMRAH DAN HAJI
Rukun umrah:
1. Ihram (niat masuk atau memulai untuk beribadah).
2. Thawaf.
3. Sa'i.
Wajib umrah:
1. Ihram dari miqat.
2. Mencukur (gundul) rambut atau memendekkannya.
Rukun haji:
1. Ihram.
2. Wukuf di Arafah.
3. Thawaf ifadhah.
4. Sa'i.
Wajib haji:
1. Ihram dari miqat.
2. Wukuf di Arafah hingga tenggelamnya matahari bagi yang wukuf di siang hari.
3. Bermalam di Muzdalifah.
4. Bermalam pada malam-malam tasyriq di Mina.
5.
Melempar jumrah (jumrah aqabah pada waktu hari Raya Kurban, dan jumrah
ula, wustha serta aqabah pada hari-hari tasyriq secara tertib).
6. Mencukur (gundul) rambut atau memendekkannya.
7. Menyembelih hadyu (bagi yang melakukan haji tamattu' dan qiran, tidak bagi yang melakukan haji ifrad).
8. Thawaf wada'.
Peringatan:
Di
muka telah disebutkan bahwa di antara wajib umrah dan haji adalah ihram
dari miqat . Ketentuan ini adalah bagi mereka yang datang dari wilayah
yang berada di belakang miqat. Adapun bagi yang datang dari sebelumnya
maka ia berihram dari tempatnya, bahkan hingga penduduk Makkah, mereka
berihram dari Makkah, kecuali dalam umrah. Orang yang berada di Makkah
dan hendak melakukan umrah maka ia keluar dari Makkah (tanah haram)
kemudian berihram dari tempat tersebut.
PERTANYAAN-PERTANYAAN PENTING
YANG BANYAK DITANYAKAN ORANG
1.
Apa hukum orang yang memakai wangi-wangian atau menutup kepalanya atau
mengenakan pakaian berjahit atau mencabut rambutnya karena lupa atau
tidak mengerti (hukumnya) sedang dia dalam keadaan ihram? Barangsiapa
melakukan suatu larangan dari larangan-larangan ihram karena lupa atau
tidak mengerti (hukumnya) maka ia tidak diwajibkan apa-apa karenanya.
Hal itu berdasarkan firman Allah: "Wahai Rabb kami, janganlah Engkau
hukum kami jika kami lupa atau kami bersalah", Ibnu Abbas berkata,
'Ketika ayat ini turun, Allah berfirman, 'Aku telah melakukannya'." (HR.
Muslim, no. 126).
2. Apakah cukup dalam memendekkan (rambut),
baik dalam haji maupun umrah dengan memendekkan bagian depan atau
belakang kepala? Yang demikian itu tidak cukup. Ia wajib mencukur atau
memendekkan rambut kepala secara menyeluruh. Hal itu berdasarkan firman
Allah: "Dengan mencukur rambut kepala dan menggun-ting
(memendekkannya)." (Al-Fath: 27).
3. Bagaimana tata cara shalat
jenazah? Tata cara shalat jenazah secara ringkas adalah bertakbir empat
kali sedang ia dalam keadaan berdiri kemudian salam. Pada takbir pertama
ia mengangkat kedua tangan-nya kemudian membaca Al-Fatihah, kemudian
pada takbir kedua ia membaca shalawat atas Nabi n, dan pada takbir
ketiga ia mendo'akan jenazah agar diampuni dan diberi rahmat, jika ia
berdo'a dengan apa yang diriwayatkan dari Nabi shallallahu 'alaihi
wasallam maka hal itu lebih baik, lalu ia bertakbir untuk
keempat kalinya dan mengucapkan salam ke sebelah kanannya.
4.
Bolehkah berlalu di hadapan orang yang sedang shalat di Masjidil Haram?
Tidak diperbolehkan berlalu di hadapan orang yang sedang shalat, jika
ia menjadi imam atau shalat sendirian. Adapun jika sebagai makmum, maka
dibo-lehkan berlalu di hadapan mereka atau di antara shaf-shaf.
Hendaknya orang yang akan shalat menghindari tempat-tempat berlalunya
orang-orang di Masjidil Haram. Seyogyanya pula ia meletakkan pembatas di
depan tempat shalatnya yang dekat dengannya, misalnya dinding, tiang,
rak mushaf dan sejenisnya. Dengan demikian tidak berbahaya (berdosa)
orang yang berlalu di belakang pembatasnya. Tidak ada bedanya antara
Masjidil Haram dengan masjid-masjid lainnya dalam hal tersebut. Adapun
hadits tentang "Berlalunya Para Sahabat Di Hadapan Nabi Saw Padahal
Tidak Ada Pembatas Antara Beliau Dengan Ka'bah" maka sanad hadits ini
adalah dha'if .(Lihat Fathul Bari, 1/687).